BREAKING NEWS

Rabu, 27 Juli 2011

Kini Istri dan 3 anaknya Om Je butuh bantuan hidup, Mau bantukah Anda???


Terdampar di Sidoarjo, Hidup Berkat Bantuan LMI

[ Senin, 30 Agustus 2010 ] Jawa Pos, halaman 41
Jefri Prima Bolang, Sutradara Si Bolang, yang Terhenti Karirnya karena Kanker

Terdampar di Sidoarjo, Hidup Berkat Bantuan LMI

Kesehatan adalah salah satu karunia terbesar yang harus disyukuri manusia. Tanpa kesehatan yang prima, apa yang dapat dilakukan manusia. Setidaknya, itulah pengalaman hidup yang bisa dipetik dari Jefri Prima Bolang, 44.

AD'HA DIA AGUSTIN (wartawan Jawa Pos) Sidoarjo

MATAHARI bersinar cukup terik siang itu. Saat Jawa Pos tiba di depan teras rumah di Dusun Krembung Barat, Krembung, jarum jam menunjukkan pukul dua siang.



Suasana gerah itu sedikit tak terasa saat telinga menangkap celoteh beberapa anak kecil yang bermain di halaman rumah tersebut. Anak-anak memang selalu menebarkan keceriaan.

Beberapa saat kemudian Jawa Pos dan tim dari Lembaga Manajemen Infak (LMI) disambut oleh wanita setengah baya. Dengan ramah dia mempersilakan kami masuk. Wanita tersebut adalah Ester Wahyuni, 33. Dia adalah istri Jefri Prima Bolang, seniman musik dan juga sutradara.

Jefri Prima Bolang kini bukan lagi seniman yang prima seperti beberapa tahun lalu. Karirnya terpangkas oleh penyakit yang menggerogoti tubuhnya.

Tak berapa lama menunggu, seorang lelaki dengan perawakan kurus keluar menemui kami. Dialah Jefri Prima Bolang. Sosoknya jauh dari gambaran seorang seniman yang sangat berpengaruh dan telah menyutradarai banyak film di TVRI
.

Jefri, antara lain, dikenal sebagai pencetus salah satu reality show Bolang, Bocah Petualang, yang ditayangkan salah satu televisi swasta nasional.

Laki-laki kelahiran Manado 44 tahun silam itu kini tampak kurus. Rambutnya dibiarkan memanjang dengan jenggot panjang yang juga tak terurus.

Sesekali bicaranya tersengal-sengal karena penyakit yang bersarang di tubuhnya. Dokter telah memvonis Jefri mengidap penyakit kanker tenggorokan. ''Kanker ini dikategorikan kanker ganas,'' jelas Agung Heru Setiawan, kepala cabang LMI Sidoarjo.

Kanker tersebut telah menyerang bagian mata dan otaknya sehingga dia tidak dapat melihat. Berkali-kali dia harus meminta maaf kepada Jawa Pos karena tidak dapat mengatakan dan menyelaraskan apa yang ada di pikiran dan perkataannya.

Penderitaan keluarga tersebut tak berhenti pada kondisi kesehatan sang tiang keluarga. Sang istri, Ester Wahyuni, yang diharapkan bisa menggantikan peran Jefri, ternyata tak sepenuhnya bisa diandalkan. Sebab, Ester sendiri harus berjuang melawan penyakit hepatitis.

Karena itulah, ketiga anak mereka, Gebi, 10, Putra, 8, Nanda, 2,5, kini tidak bisa melanjutkan sekolah. Parahnya, si bungsu, Satriya, yang baru lahir 19 Agustus lalu, ternyata mengidap kelainan jantung.

''Sampai saat ini bayi tersebut belum bisa dibawa pulang karena harus dirawat di RSUD dr Soetomo Surabaya,'' ujar Agung.

Sementara itu, Ester tidak bisa menyusui Satriya karena dikhawatirkan penyakit hepatitis yang dideritanya menular kepada anaknya.

Sebelum tinggal di Sidoarjo, keluarga tersebut tinggal di Malang. Karena tak punya biaya hidup, Om Je, panggilan Jefri, memutuskan membawa keluarganya pulang ke kampung halaman di Manado.

Biaya perjalanan ditanggung keluarga besarnya. Namun, dalam perjalanan ke bandara, Om Je diberi pilihan bahwa dia harus kembali ke agama keluarganya, Kristen. Sebelumnya, Om Je dan keluarga merupakan mualaf. ''Saya memilih tinggal di sini walaupun saya serba kekurangan,'' ujarnya sambil meneteskan air mata. Dia ingin anaknya tetap beragama Islam.

Akhirnya, atas uluran seorang warga Bulang, Krembung, dia perbolehkan tinggal di gudang miliknya. Sampai suatu hari dia ditawari bantuan oleh lembaga zakat LMI, ''Saya menganggap itu berkah dari Allah SWT,'' ujar Om Je bersyukur. (c2/ib)
Kepala Cabang LMI Sidoarjo berusaha memberikan harapan lebih baik pada Pak Jefry.
Pak Jefry disambangi wartawan Jawa Pos Mbak Adha, semoga berkah dan manfaat.

Serial Entrepreneurship 8: (In Memoriam) Omje Sang Pujangga-preneur

Jefry Prima Bolang, namanya. Pria asal Manado ini, saya kenal nyaris setahun lalu dalam perjumpaan yang jelas telah direncanakan oleh sang Maha Sutradara, Allah SWT.
Omje. Demikian panggilan akrabnya. Perjumpaan saya dengan sosok nyentrik ala “Gombloh” itu diawali dari prolog pertelpon dari seorang sahabat donator LMI, Pak Iksir, namanya. Pak Iksir bilang, waktu itu saya msh beraktivitas di LMI, kalo Omje ini seorang kawan dekatnya, muallaf, yang tengah menderita kanker saluran pernafasan (nasofaring).
Singkat cerita, sore itu –saya lupa waktu definitfnya-, pasca telpon dari pak Iksir, saya pun bertemu dengan Omje di Kantor Nginden Intan no.12. Omje pun datang membawa duka-deritanya, lengkap dengan hasil lab di sebuah Rumah Sakit di Malang, tentang kanker faring yang dideritanya. Termasuk kondisi finansialnya yang ambruk akibat dirinya yang tiada berpenghasilan pasca menderita faring. Selepas Isya, setelah panjang-lebar kisah duka-deritanya, Omje saya sangoni untuk pulang ke rumah kawannya di bilangan Surabaya tengah.
Pasca pertemuan sore itu saya dan Omje nyaris tidak pernah berkomunikasi lagi. Padahal saya “menjanjikannya” solusi untuk masalahnya. Apa sebab? Ya, jelas. Saya dengan “kebodohan” nalar saya begitu berhitung -ala otak kiri- untuk menolong saudara seiman yang tengah goyah akibat duka-deritanya. Waktu itu, hasil lab menyatakan bahwa butuh kemoterapi+penanganan medis lainnya yang berbiaya tinggi. Dan saat itu, LMI tidak memiliki pos dana yang besar untuk kasus Omje. Maka bantuan untuk Omje pun tiada realisasi.
Sampai akhirnya, sekitar bulan Juli, jelang Ramadhan 1431 H, Omje mengirimi saya pesan pendek, yang membuat saya segera bereaksi cepat. Bunyi SMS itu menjelaskan, bahwa posisi dia dan keluarganya saat itu ada di desa Bulang Klepon Sidoarjo. Menumpang gubug salah satu family istrinya. 2 anaknya, Gaby dan Putra pun kehilangan kesempatan bersekolah karena tiada biaya+harus “mengungsi” ke Bulang. Si Kecil  Nanda pun tiada mendapat asupan gizi cukup. Diperparah dengan sang istri, Ister Wahyuni tengah hamil tua. Lengkap sudah. Omje sudah tidak sanggup lagi untuk menanggung beban hidupnya bersama keluarganya. Omje benar-benar butuh bantuan!!
Alhamdulillah, dibantu  oleh sahabat-sahabat LMI Sidoarjo, Omje+keluarga pun memperoleh tempat tinggal yang lebih layak di daerah Krembung Sidoarjo. Gaby+Putra juga kembali bersekolah. Setelah itu, proses penanganan medis Omje pun berjalan.
++++++++++++++++++
Sahabat,
Omje adalah seorang pujangga-preneur. Selama berinteraksi dengan beliau, saya mendapati dirinya yang berbalut tubuh ringkih, adalah sosok nan kaya akan ide kreatif dan sangat entrepreneur.
Dirinya selalu ingin mencipta karya. Tidak mau bermalas-malasan, meskipun didera kanker ganas. Ada passion yang nyata begitu kuat meletup-letup dalam dirinya untuk berkreasi, yang tak mampu dipendam oleh keringkihan fisiknya.
Setiap bertemu dengannya, Omje selalu menyampaikan gagasan baru+ide2 breakthrough. Beberapa syair lagu pun diciptanya begitu saja, sembari merenung singkat.
Bahkan, ditengah sakitnya, dia bertekad untuk berangkat ke Jakarta, bertemu dengan Ustadz Jefri Al Bukhori (Uje) untuk menyedekahkan syair lagu religinya. Saat itu, jelang Ramadhan. Saat itu, saya termasuk yang “mencegahnya” berangkat ke Jakarta, mengingat kondisi fisiknya yang drop.
Baru selepas Ramadhan 1431H, Omje akhirnya tetap berangkat ke Jakarta untuk merealisasi beberapa ide kreatifnya, sebagai wujud eksistensinya di Bumi Allah.
++++++++++++++++
Sahabat,
kini Omje telah berpulang ke sisi Allah SWT.
Hari ini, Rabu, 9 Maret 2011. Beberapa pesan pendek saya terima di Balckberry saya, dari beberapa sahabat, mengabarkan berita duka tersebut.

Bagi saya,
Kepergiannya ini tidak berarti dia menyerah dengan kondisi fisiknya..
Kepergiannya ini lebih pada memenuhi panggilan Rabb-nya
“Wahai jiwa yang menentramkan, pulanglah engkau kembali kepada Rabb-mu dengan sepenuh keridhaan. Masuklah kamu ke dalam (barisan) hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaKu. (QS. Al Fajr: 27-30)”.
Dan (mungkin) kepergiannya sekaligus untuk mendampingi putra bungsunya, Satria Jibril, yang meninggal di usia sangat muda, 31 hari, 20 September 2010 lalu (baca note saya: Dan (Jiwa) Satria itu telah berpulang...)
++++++
Allahummaghfirlahu..warhamhu wa'aafihi wa'fu 'anhu
Allahumma laa tahrimnaa ajrohu..wa laa taftinnaa ba'dahu..waghfirlanaa walahu..

Selamat Jalan Omje ...



Posting Komentar

 
Copyright © 2014 SEKOLAH ISLAMI SIDOARJO.