BREAKING NEWS

Rabu, 27 Juli 2011

Zakat bisa mensejahterakan masyarakat

Kaum muslimin yang mampu wajib menunaikan Zakat. Penunaian zakat  oleh para muzakki merupakan pelaksanaan kewajiban kepada Allah atas harta benda dan rizki yang diperolehnya sebagai bentuk kesadaran dan pengakuan akan adanya hak pihak lain. Perintah kewajiban menunaikan zakat sama kuatnya dengan pelaksanaan rukun Islam lainnya, seperti syahadat, shalat, puasa Ramadhan, dan ibadah haji. Zakat bersama-sama dengan infaq dan shadaqah (ZIS) menjadi instrumen ekonomi yang penting dalam pemerintahan Islam. Hasil pengumpulan ZIS bermanfaat untuk memberdayakan 8 asnaf (QS. At-Taubah/9: 60) dan kepentingan syiar Islam lainnya.
            Penunaian kewajiban zakat dalam sistem pemerintahan Islam pada masa lalu berhasil mensejahterahkan masyarakat secara materi dan meluruskan aqidah umat. Pendistribusian hasil zakat yang dikumpulkan di Baitulmaal sebagai Lembaga Amil Zakat pada saat itu, mampu mengentaskan kemiskinan. Penanaman pentingnya melaksanakan kewajiban zakat telah dimulai secara intensif sejak zaman nabi Muhammad Salallahu ‘alihi wassalam di Madinah. Zaman pemerintahan khlaifah Abu Bakar, para muzakki yang ingkar dipaksa dengan kekuatan militer untuk menunaikan zakat. Keberhasilan metode zakat lebih terlihat pada masa pemeritahanan khalifah Umar bin Khattab.  Khalifah Umar bin Khattab mengangkat Muaz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur di Yaman menjadi Ketua Amil Zakat di sana. Muaz bin Jabal pada tahun pertama, berhasil mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintahan pusat, tetapi kiriman tersebut dikembalikan oleh amirul mukminin ke Yaman. Muaz kembali mengirimkan ½ dari surplus dana zakat yang terkumpul di Baitulmaal pada tahun ke 2, sedangkan di tahun ketiga semua dana zakat dikirimkan ke pemerintahan pusat, karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima dana zakat dan merasa sebagai mustahik. Akhirnya dana zakat dari Yaman tersebut dialihkan pemanfaatannya ke daerah lain yang membutuhkan.
            Pelaksanaan zakat sebagai instrumen ekonomi pembangunan Islam mengalami pasang surut. Keberhasilan metode zakat sangat dipengaruhi oleh visi pemerintah yang berkuasa pada saat itu. Setelah melewati beberapa masa pemerintahan Islam, metode zakat kembali menunjukkan keberhasilannya dalam mensejahterahkan masyarakat dan meluruskan aqidah umat. Abu Ubaid meriwayatkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurrahman mengirim surat kepada Amirul Mukminin tentang melimpahnya dana zakat di Baitulmaal karena sudah tidak ada lagi yang mau menerima zakat. Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan upah kepada mereka yang biasa menerima upah. Yazid menjawab bahwa kami sudah memberikannya tetapi dana zakat begitu banyak di Baitulmaal. Umar bin Abdul Aziz selanjutnya menginstruksikan untuk memberikan dana zakat tersebut kepada mereka yang berhutang dan tidak boros.     Yazid menjelaskan bahwa kami sudah bayarkan hutang-hutang mereka, tetapi dana zakat begitu banyak di Baitulmaal. Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar ia mencari orang lajang yang ingin menikah agar dinikahkan dan dibayarkan maharnya. Yazid menjelaskan bahwa hal itu sudah dilaksanakan, tetapi dana  di Baitulmaal masih banyak. Akhirnya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar Yazid bin Abdurrahman mencari seorang yang mempunyai usaha dan kekurangan modal, lalu memberikan mereka modal tambahan tanpa harus mengembalikannya.
            Kisah sukses metode zakat dalam mensejahterahkan masyarakat dan meluruskan aqidah umat di atas tentu saja menjadi dambaan kita saat ini. Kisah di atas menjelaskan kepada kita bahwa ada satu garis lurus (benang biru) yang menghubungkan antara pemerintah, muzakki, dan mustahiq pada masa itu. Benang biru tersebut adalah ketiga pihak memiliki aqidah yang lurus, sehingga mereka dapat melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Keberhasilan tidak akan pernah terjadi apabilah pemerintah dan amil melakukan korupsi dan ketidakadilan di satu sisi. Di sisi lain kaum muslimin pada waktu itu tahu betul bahwa menjadi muzakki lebih mulia dari pada mustahiq.
            Di indonesia saat ini, akibat pembengkokan aqidah, maka pengamalan ajaran Islam terutama ZIS menjadi bias. Muzakki sekaligus menjadi amil dan tidak tertutup kemungkinan merangkap sebagai mustahiq. Sebagian kaum muslimin bangga menjadi pememinta-minta, bahkan ada yang mengkondisikan diri agar layak menjadi peminta-minta.  Situasi ini menyadarkan kita bahwa memang perlu dilakukan pencerahan pemahaman dan pengelolaan ZIS. Reaktualisasi dan peningkatan kemampuan zakat perlu dilalukan secara terencana dan teuys menerus.

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 SEKOLAH ISLAMI SIDOARJO.